KSATRIA MUSLIM DALAM PERANG SALIB. Bag. 02 tamat

Paukan Muslim
BUSUR
Hanya sedikit latihan pasukan melibatkan busur; pelatihan penggunaan busur sebagian besar merupakan urusan individu. Tradisi pemanah berkuda Timur Tengah didasarkan kepada "hujan panah" yang terkadang dilepas dalam
keadaan diam. Taktik itu lebih luwes dibandingkan taktik pemanah berkuda Asia Tengah dan
membutuhkan dukungan logistik yang lebih sedikit. Pada abad ke-10, pemanah dilatih dengan menembak
boneka binatang dari jerami di gerobak empat roda yang dibiarkan
berjalan sendiri menuruni bukit atau ditarik oleh penunggang kuda.
Seorang pemanah abad ke-13 yang mahir dapat menembakkan lima anak
panah, yang digenggam dengan tangan kiri sambil memegang busur,
dalam waktu dua setengah detik. Lima anak panah selanjutnya diambil dari
kantung anak panah. Sebagian besar pelatihan pemanah lebih mengutamakan ketangkasan
daripada keakuratan. Meskipun demikan, pemanah yang terampil
diharapkan untuk dapat menembak sasaran dalam jarak 75 meter. (Pelatihan memanah jarak dekat
menggunakan jarak 6 1/2 meter).
Pelatihan berpusat kepada tiga kedisiplinan: memanah lurus,
memanah ke atas, dan memanah ke bawah; dua terakhir umumnya dilakukan di atas kuda yang
bergerak. Seorang pemanah berkuda mungkin dapat melepaskan lima
panah pada jarak antara tiga puluh dan lima meter dari musuh dalam
kecepatan penuh. Ia menjatuhkan kekang ketika ia menembak, namun
dapat mengikatkan tali yang terhubung dengan kekang ke jari
manis tangan kanannya agar ia dapat meraih kekang itu kembali dengan
cepat. Bagian memanah di buku karya al-Tarsusi, penulis militer terkenal di
akhir abad ke-12 yang menulis untuk Shalahuddin, memberikan saran
berikut kepada pemanah Muslim yang berperang melawan Pasukan Salib: Ketika memanah penunggang kuda
yang mengenakan baju zirah atau sulit dilukai, panah kudanya untuk
menjatuhkan dia. Ketika memanah penunggang kuda yang tidak
bergerak, arahkan ke pelananya supaya orang itu kena jika panah
terbang terlalu tinggi dan kudanya kena jika panah terbang terlalu
rendah. Jika dia memunggungimu, arahkan ke titik di antara bahunya.
Jika dia menyerang dengan pedang, panah dia, tapi jangan dari jarak yang
terlalu jauh, karena jika kamu gagal dia dapat membacokmu dengan
pedangnya. Jangan pernah memanah sembarangan! Saran itu didasarkan kepada tradisi
Fatimiyah. Buku tersebut menyatakan jika pemanah berkuda membawa
pedang, dia harus menggantung gagang pedangnya di pergelangan
tangan kanannya ketika sedang memanah. Jika dia membawa tombak,
dia harus meletakkan tombaknya di bawah paha kanan kecuali jika dia
juga membawa pedang, sehingga tombak diletakkan di bawah paha kiri.
Sekelompok pemanah berkuda disarankan untuk menyebar
mengepung musuh yang terkurung namun harus berkumpul kembali jika
musuh datang mendekat. Jika bertemu musuh di jalan, maka musuh
harus diusahakan tetap berada di sebelah kiri pemanah, namun jika
tidak memungkinkan, pemanah harus tetap berada di jalurnya sambil
mengangkat perisai. Panahan melibatkan sejumlah
keterampilan: itar atau merangjkai busur, qabda atau menggenggam
busur di tangan kiri; tafwiq atau menarik panah di busur; aqd atau
menjepit tali busur dengan tangan kanan; madd atau menarik tali busur
sampai alis, telinga, kumis, dagu, atau tulang dada; nazar atau mengarahkan
dengan perbaikan seperlunya; dan itlaq atau melepaskan panah.
Memanah dilakukan dengan tiga cara: "sontak", menarik dan melepaskan
dalam satu gerakan yang tak putus; "menahan", menarik pelan-pelan dan
jeda sebentar sebelum dilepaskan; dan "pelintir", dengan menarik
sebagian kemudian berhenti lalu menarik kembali dan langsung
melepas. Pemanah disarankan untuk menggonta-ganti teknik sesuai
dengan situasi taktik dan untuk menghindari kelelahan. Pemanah profesional dilatih untuk
memanah sambil menunggang kuda, berdiri, duduk, jongkok dan berlutut.
Mereka belajar memanah melampaui benteng dan dari bawah perisai. Ada
beberapa kekuatan busur untuk berbagai tujuan, dan busur dibeda-
bedakan berdasarkan bobot tarikan. Bobot tarikan busur perang standar
itu dari 50 kg hingga maksimum 75 kg. Tiga tipe tarikan yang digunakan:
tarikan Eropa atau Mediterania yang lemah; tarikan Persia dengan tiga jari
atau daniyyat; dan tarikan ibu jari Turki atau bazm yang kuat. Pelindung
kulit untuk bagian bawah jari dapat digunakan untuk tarikan Persia,
sedangkan untuk tarikan ibu jari Turki ada cincin pelindung ibu jari.

TOMBAK
Seorang profesional dilatih untuk menggunakan tombaknya dalam
lebih banyak cara daripada ksatria Eropa. Dalam gaya dua tangan yang
telah lama ada, seorang pengendara kuda mengendorkan kekangnya ketika ia menurunkan ujung tombak,
kemudian menjatuhkan kekang ketika menikam musuh. Tikaman
tersebut dapat merobek dua lapis zirah rantai sampai tembus ke sisi lain
tubuh orang yang diserang. Meski demikian, Usamah bin Munqidz
merekomendasikan teknik mengacungkan tombak ke bawha
yang digunakan oleh Pasukan Salib musuhnya, teknik yang kemudian
dikenal sebagai "Serangan Suriah". Belakangan pada abad ke-12 al-
Tarsusi menyarankan kavaleri untuk menyerang infanteri menggunakan
tombak dan pedang. Penjelasan lainnya mengenai
pertempuran kavaleri menyebutkan penggunaan perisai untuk
menangkis, bukan hanya untuk menahan serangan tombak musuh. Di
antara berbagai latihan tombak ada permainan birjas, di mana
penunggang kuda diharapkan bisa menjatuhkan balok kayu paling atas
pada satu tumpukan balok tanpa menjatuhkan balok kayu lainnya.

Pedang
PEDANG
Ilmu pedang juga berkembang pesat. Beberapa laporan rinci mengenai
pertarungan jarak dekat dari abad ke-10 dan ke-12 menggambarkan
dampak mengerikan penggunaan pedang serta ketepatan hunusan pedang seorang faris yang terlatih.
Pada satu kesempatan, seorang prajurit kavaleri Persia menyerbu ke
tengah barisan pengawal seorang penguasa Arab dan melukai
komandan musuh dengan bacokan yang mengincar kepala, bahu, dan
siku. Seorang prajurit kavaleri Arab kemudian balas menyerang si Persia,
pertama-tama membuntungkan jari telunjuk orang Persia tersebut - yang
menunjukkan serangan itu melewati pelindung jari pada pedang -
kemudian memutuskan jari tengahnya. Ketika si orang Persia
menjatuhkan pedang, si Prajurit Arab segera memenggal kepala si Persia.
Latihan pedang di buku pedoman furusiyyah mengutamakan kekuatan
dan keakuratan teknik memotong, namun bukan menikam. Dalam satu
"permainan", seorang di atas kuda bergerak maju melewati alang-alang,
memangkas alang-alang secara berturut-turut. Alhasil kekuatan
sabetan pedang yang baik dapat menjadi sangat dahsyat. Mengutip
Usamah: Saya pernah berperang dengan seorang Isma'ili [anggota sekte
Hashashin] yang bersenjatakan belati sementara saya bersenjata pedang.
Dia berlari ke arah saya sambil mengacungkan belati dan saya membacok lengan bawahnya selagi
dia menggenggam belati dan menaruh bilah belati di dekat
lengannya. Bacokan saya memotong sekitar empat inci bilah belati itu dan
membuntungkan lengannya. Bekas mata belati tersebut tertinggal di mata
pedang saya. Ketika melihat bekas tersebut seorang pengrajin di kota
kami berkata: "Saya bisa hilangkan penyok ini." Namun saya berkata:
"Biarkan saja seperti itu. Itu bekas paling bagus di pedang saya." Bekas
itu masih ada sampai hari ini.
Pelatihan kaveleri lainnya melibatkan
pemanfaatan tabir dan medan terlindung, dan teknik menyeberangi
sungai. (Kemampuan berenang dianggap keahlian nomor dua
terpenting sesudah kemampuan baca tulis).
Dikutip (tanpa izin) dari OSPREY:
Seri Petarung KSATRIA MUSLIM DALAM
PERANG SALIB ditulis oleh David Nicolle
& Christa Hook
Diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia
Diterjemahkan oleh Patricia Dwi Wulandari
Disunting oleh Andya Primanda
Judul asli: Saracen Faris

Pelatihan Pasukan Muslim di Masa Perang Salib. Bag.01

Tentara Muslim

Pelatihan Pasukan Muslim di masa Perang Salib Standar kemampuan militer telah
merosot pada pertengahan abad ke-11 dan masa Perang Salib
merupakan masa tentara Muslim Timur Tengah berjuang keras untuk
mendapatkan kembali profesionalisme dan semangat tinggi
yang telah hilang. Meskipun demikian, jelas bahwa tradisi pelatihan kendali
medan tempur dan taktik - secara teoritis jika bukan secara praktik -
jauh lebih maju daripada tradisi yang ada di Eropa. Keahlian militer dasar faris dikenal
sebagai furusiyyah, konsep yang juga mengandung aspek
"keksatriaan" (keberanian semata-mata dikenal sebagai syuja'ah).
Pada abad ke-9, furusiyyah mencakup keahlian naik ke punggung kuda
tanpa bantuan sanggurdi, kemampuan menunggang kuda
secara umum, polo, memanah sasaran yang diam dan bergerak, dan
mungkin penggunaan senjata lainnya. Elite militer zaman Perang Salib juga
diharapkan untuk melatih kemampuan terus-menerus.Buku-
buku akhir abad ke-13 atau awal abad ke-14 mengenai furusiyyah
menuliskan kualitas yang diharapkan dimiliki seorang faris profesional:
kepatuhan terhadap perwira atasan;
kemampuan untuk membuat keputusan militer yang benar;
keteguhan dalam keadaan sulit; keahlian menunggang kuda; kegesitan dalam menyerang; memiliki
senjata dan baju zirah yang bermutu baik; dan kemampuan menggunakan
senjata. Ketika itu latihan furusiyyah mencerminkan kemauan elite militer
Muslim tradisional untuk belajar dari sumber manapun, beberapa latihan
berasal dari Khurasan di Iran bagian timur, lainnya berasal dari Byzantium,
dan beberapa berasal dari Pasukan Salib. Latihan furusiyyah antara lain
mencakup memanah; penggunaan tombak, pedang dan gada; gulat;
keahlian berparade; berburu; memanah dengan busur silang; polo;
dan balapan kuda. Banyak latihan yang dikenal sebagai "permainan" itu
lebih menyerupai Pedoman Pelatihan Kavaleri Departemen Perang Inggris
tahun 1907 daripada keahlian ksatria yang dipelajari di Eropa zaman
pertengahan. Seorang faris profesional juga dilatih untuk
bertempur dengan berjalan kaki. Kutipan dari satu buku pedoman
menunjukkan bahwa elite militer menyadari kavaleri dan infanteri sama
penting, tak seperti ksatria Eropa yang merendahkan infanteri: "Dalam
beberapa hal penunggang kuda lebih unggul daripada infanteri, dalam hal
lain infanteri lebih unggul, dan dalam hal lainnya lagi keduanya seimbang.
Tapi dalam hal kekuatan senjata, kecepatan, dan daya pukul, ketika
berpura-pura mundur atau dalam pengejaran, penunggang kuda lebih
unggul, asalkan tetap hati-hati dan waspada." Apabila sebagian besar kavaleri
Fatimiyah berperang dengan tombak dan pedang, gelombang pertama
penyerbu Turki Seljuk mengandalkan taktik pemanah berkuda dari Asia
Tengah yaitu memecah dan mengganggu. Dalam dua generasi, kavaleri profesional Seljuk, meskipun
tak mencakup petarung suku Turkoman, sebagian besar telah
kembali ke tradisisi pemanah berkuda Timur Tengah yang telah lama terbentuk, di mana sekelompok orang
memanah berbarengan sebagai satu kesatuan, seringkali ketika tak
bergerak. Sistem itu memerlukan cadangan kuda yang lebih sedikit dan
memungkinkan penggunaan zirah yang lebih berat. Pada abad ke-12
dan ke-13, bahkan di wilayah yang sangat didominasi Turki seperti
Azerbaijan dan Anatolia, elite kavaleri profesional mengandalkan tombak,
pedang, gada, dan lembing juga, tak hanya panah. Dunia Muslim punya tradisi teori militer
yang panjang dengan tulisan-tulisan yang sudah ada seja abad ke-8.
Sebagian besar yang ditulis sebelum abad ke-12 adalah bahan untuk
perwira senior dan memberi penjelasan menarik tentang prioritas
militer. Prajurit infanteri lebih diutamakan daripada kavaleri, dan
yang paling diutamakan adalah pemanah infanteri. Perlawanan
terhadap Pasukan Salib mendorong dibuatnya buku-buku teks militer
yang baru; beberapa murni teoritis, yang lainnya berhubungan dengan
jihad, administrasi tentara, strategi umum, pertimbangan taktik khusus,
kemampuan spesifik, atau mengenai peralatan militer. Beberapa tampaknya
ditujukan bagi perwira junior, tak hanya komandan; dan jelas sekali
bahwa kemampuan profesional yang tinggi dipadu dengan sikap sangat
hati-hati, menghindari korban yang tidak perlu, dan kesukaan untuk
melemahkan musuh tanpa harus mengadakan pertempuran besar
mempengaruhi pelatihan dan sikap prajurit biasa. Menurut sistem ideal yang dijabarkan
di Siyasat-Namah ("Kitab Politik" karya cendekiawan Persia Nizhan al-Mulk -
Peny.), butuh waktu delapan tahun untuk melatih seorang prajurit
mamluk. Meskipun pada kenyataanya mungkin waktu yang diperlukan,
kurang daripada itu, elite militer Muslim memang terlihat berumur lebih
tua dibandingkan elite militer Pasukan Salib yang pangkatnya setara. Jadwal
yang terdapat di dalam Siyasat-Namah menunjukkan pelatihan diawali tanpa
menggunakan kuda, kemudian menunggang kuda, diikuti dengan
memanah. Setelahnya seorang prajurit muda diperbolehkan menggunakan
perlengkapan "dengan hiasan". Sesudahnya lagi ia dipercaya untuk
memikul tugas yang lebih penting. Pelatihan di Mesir Fatimiyah,
setidaknya pelatihan kavaleri profesional elite, sangat mirip dengan
sistem furusiyyah Kesultanan Mamluk sesudahnya. Barak hujra Fatimiyah
juga menjadi pusat pelatihan, dan kemungkinan di barak tersebut
sebagaimana di barak Tarsus abad ke-10 yang tercatat lebih baik,
pensiunan prajurit mengawasi pelatihan prajurit muda. Kemampuan
kavaleri difokuskan kepada melawan pasukan berkuda dan infanteri, cara
menggunakan dan menghadapi berbagai macam senjata, menyerang
berbagai bagian musuh dan kuda, dan cara menipu musuh. Latihan
furusiyyah biasanya bertempat di suatu maydan atau lapangan untuk
berlatih yang juga digunakan sebagai wilayah perkemahan untuk garnisun
atau tentara dalam jumlah besar. Kota-kota yang lebih besar seperti Kairo,
Aleppo dan Damaskus punya setidaknya dua maydan. Gaya berkuda ala Arab lebih
menyerupai gaya berkuda ala Romawi jika dibandingkan dengan gaya
berkuda ala Turki Asia Tengah; gaya berkuda Arab mengutamakan
ketahanan jarak jauh. Kemampuan berkuda prajurit profesional mungkin
lebih baik daripada kemampuan para nomaden, dan "Aliran Berkuda Islam"
yang mencapai puncaknya di Mesir dan Andalusia pada abad ke-12 dan
ke-13 merupakan penggabungan metode Mediterania dan Persia. Dalam
gaya itu pengendara kuda menggunakan pelana dan "tempat
duduk" yang serupa dengan yang digunakan oleh penunggang kuda
modern. Gaya berkuda itu lebih nyaman untuk penunggang kuda dan
kudanya dibandingkan gaya berkuda di Eropa zaman pertengahan. buku-
buku tentang berkuda menunjukkan bahwa seorang penunggang kuda
muda pertama kali belajar cara menunggang kuda tanpa pelana
untuk memantapkan posisi duduk yang kuat, dan kemudian
diperbolehkan untuk menggunakan pelana dengan rangka kayu.
Sanggurdi dipasang lebih jauh ke depan dibandingkan dengan
kebiasaan di Eropa, dan meskipun prajurit menunggang kuda dalam
posisi duduk, bukan dalam posisi berkaki lurus, para ahli sejarah
beranggapan bahwa si penunggang kuda tersebut tidak menggunakan tali
sanggurdi yang pendek; prajurit kavaleri berkuda Timur Tengah
menunggang kuda dengan sanggurdi yang sejajar dengan pergelangan
kaminya kalau kakinya tak memijak sanggurdi. Kuda tampaknya telah
dilatih untuk menghindari serangan tombak, dan kuda pemanah dilatih
untuk bergerak dalam garis lurus, mengabaikan tekanan dari lutut
pengendara hingga kuda tersebut merasakan adanya tarikan tali
kekang. Tidak seperti elite ksatria Eropa, prajurit kavaleri Muslim profesional
diharapkan untuk menyiapkan senjata sendiri tanpa bantuan pelayan.
Pelatihan juga mencakup penggunaan dan perawatan perlengkapan militer, mengetahui
tempat penyimpanan peralatan di kemah agar dapat ditemukan
meskipun gelap, bagaimana cara memasang baju zirah pada malam hari
dan bagaimana cara melepaskan baju zirah meskipun sedang menunggang
kuda. Tentara Fatimiyah Mesir sangat memperhatikan posisi yang benar
dalam barisan, kedisiplinan, dan kemampuan skuadrom kavaleri untuk
melakukan manuver bersamaan. Dalam pedoman furusiyyah yang
muncul belakangan, beberapa manuver terlihat seperti latihan
berbaris di lapangan daripada latihan bertempur yang realistis. Mungkin
manuver-manuver itu dirancang untuk memperkuat kerja tim dan
meningkatkan kesatuan unit ketika berkendara dengan kecepatan yang
berbeda-beda dan berputar ke arah yang berbeda-beda. BUSUR Hanya sedikit latihan pasukan
melibatkan busur; pelatihan penggunaan busur sebagian besar
merupakan urusan individu. Tradisi pemanah berkuda Timur Tengah
didasarkan kepada "hujan panah" yang terkadang dilepas dalam
keadaan diam. Taktik itu lebih luwes dibandingkan taktik pemanah
berkuda Asia Tengah dan membutuhkan dukungan logistik
yang lebih sedikit. Pada abad ke-10, pemanah dilatih dengan menembak
boneka binatang dari jerami di gerobak empat roda yang dibiarkan
berjalan sendiri menuruni bukit atau ditarik oleh penunggang kuda.
Seorang pemanah abad ke-13 yang mahir dapat menembakkan lima anak
panah, yang digenggam dengan tangan kiri sambil memegang busur,
dalam waktu dua setengah detik. Lima anak panah selanjutnya diambil dari
kantung anak panah.

Para jagoan wanita di zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam

Muslimah & Mujahidah
(Arrahmah.com) – Jika kita membaca sejarah para sahabat
perempuan di zaman Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam, kita akan banyak menemukan kekaguman-kekaguman yang luar biasa. Mereka bukan hanya berilmu, berakhlaq, pandai membaca Al Qur’an, tapi juga
jago pedang, berkuda dan memanah, dan tidak sedikit yang juga menjadi
“dokter” yang pintar mengobati para sahabat yang terluka di medan
perang. Bahkan, ada di antara mereka yang terpotong tangannya karena
melindungi Rasulullah! Subhanallah…

Simak kisah mereka.. Nusaibah si Jago Pedang Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam
yang mulia berdiri di puncak bukit Uhud dan memandang musuh yang
merangsek maju mengarah pada dirinya. Beliau memandang ke sebelah
kanan dan tampak olehnya seorang perempuan mengayun-ayunkan
pedangnya dengan gagah perkasa melindungi dirinya. Beliau
memandang ke kiri dan sekali lagi beliau melihat wanita tersebut
melakukan hal yang sama – menghadang bahaya demi
melindungi sang pemimpin orang-orang beriman. Kata Rasulullah Shallallahu alaihi
Wassalam kemudian, “Tidaklah aku melihat ke kanan dan ke kiri pada
pertempuran Uhud kecuali aku melihat Nusaibah binti Ka’ab
berperang membelaku.” Memang Nusaibah binti Ka’ab
Ansyariyah demikian cinta dan setianya kepada Rasulullah sehingga
begitu melihat junjungannya itu terancam bahaya, dia maju mengibas-
ngibaskan pedangnya dengan perkasa sehingga dikenal dengan
sebutan Ummu Umarah, adalah pahlawan wanita Islam yang
mempertaruhkan jiwa dan raga demi Islam termasuk ikut dalam perang
Yamamah di bawah pimpinan Panglima Khalid bin Walid sampai
terpotong tangannya. Ummu Umarah juga bersama Rasulullah Shallallahu
alaihi Wassalam dalam menunaikan Baitur Ridhwan, yaitu suatu janji setia
untuk sanggup mati syahid di jalan Allah. Nusaibah adalah satu dari dua
perempuan yang bergabung dengan 70 orang lelaki Ansar yang berbaiat
kepada Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam. Dalam baiat Aqabah yang
kedua itu ia ditemani suaminya Zaid bin Ahsim dan dua orang puteranya:
Hubaib dan Abdullah. Wanita yang seorang lagi adalah saudara Nusaibah
sendiri. Pada saat baiat itu Rasulullah menasihati mereka, “Jangan
mengalirkan darah denga sia-sia.” Dalam perang Uhud, Nusaibah
membawa tempat air dan mengikuti suami serta kedua orang anaknya ke
medan perang. Pada saat itu Nusaibah menyaksikan betapa pasukan
Muslimin mulai kocar-kacir dan musuh merangsek maju sementara Rasulullah
Shallallahu alaihi Wassalam berdiri  tanpa perisai. Seorang Muslim berlari
mundur sambil membawa perisainya, maka Rasulullah Shallallahu alaihi
Wassalam berseru kepadanya, “berikan perisaimu kepada yang
berperang.” Lelaki itu melemparkan perisainya yang lalu dipungut oleh
Nusaibah untuk melindungi Nabi. Ummu Umarah sendiri menuturkan
pengalamannya pada Perang Uhud, sebagaimana berikut: “…saya pergi ke
Uhud dan melihat apa yang dilakukan orang. Pada waktu itu saya membawa
tempat air. Kemudian saya sampai kepada Rasulullah Shallallahu alaihi
Wassalam yang berada di tengah-tengah para sahabat. Ketika kaum
muslimin mengalami kekalahan, saya melindungi Rasulullah Shallallahu
alaihi Wassalam, kemudian ikut serta di dalam medan pertempuran. Saya
berusaha melindungi Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam dengan
pedang, saya juga menggunakan panah sehingga akhirnya saya
terluka.” Ketika ditanya tentang 12 luka ditubuhnya, Nusaibah menjawab,
“Ibnu Qumaiah datang ingin menyerang Rasulullah ketika para
sahabat sedang meninggalkan baginda. Lalu (Ibnu Qumaiah) berkata, ‘mana Muhammad? Aku tidak akan
selamat selagi dia masih hidup.’ Lalu Mushab bin Umair dengan beberapa
orang sahabat termasuk saya menghadapinya. Kemudian Ibny
Qumaiah memukulku.” Rasulullah juga melihat luka di
belakang telinga Nusaibah, lalu berseru kepada anaknya, “Ibumu,
ibumu…balutlah lukanya! Ya Allah, jadikanlah mereka sahabatku di
surga!” Mendengar itu, Nusaibah berkata kepada anaknya, “Aku tidak
perduli lagi apa yang menimpaku di  dunia ini.” Subhanallah, sungguh setianya beliau
kepada baginda Rasulullah Shallallahu  alaihi Wassalam. Khaulah binti Azur (Ksatria Berkuda
Hitam) Siapa Ksatria Berkuda Hitam ini? Itulah
Khaulah binti Azur. Dia seorang muslimah yang kuat jiwa dan raga.
Sosok tubuhnya tinggi langsing dan tegap. Sejak kecil Khaulah suka dan
pandai bermain pedang dan tombak, dan terus berlatih sampai tiba
waktunya menggunakan keterampilannya itu untuk membela
Islam bersama para mujahidah lainnya. Diriwayatkan betapa dalam salah satu
peperangan melawan pasukan kafir Romawi di bawah kepemimpinan
Panglima Khalid bin Walid, tiba-tiba saja muncul seorang penunggang
kuda berbalut pakaian serba hitam yang dengan tangkas memacu
kudanya ke tengah-tengah medan pertempuran. Seperti singa lapar yang
siap menerkam, sosok berkuda itu mengibas-ngibaskan pedangnya dan
dalam waktu singkat menumbangkan tiga orang musuh. Panglima Khalid bin Walid serta
seluruh pasukannya tercengang melihat ketangkasan sosok berbaju
hitam itu. Mereka bertanya-tanya siapakah pejuang tersebut yang
tertutup rapat seluruh tubuhnya dan hanya terlihat kedua matanya saja itu.
Semangat jihad pasukan Muslimin pun terbakar kembali begitu mengetahui
bahwa the Black Rider, di penunggang kuda berbaju hitam itu
adalah seorang wanita! Keberanian Khaulah teruji ketika dia
dan beberapa mujahidah tertawan musuh dalam peperangan Sahura.
Mereka dikurung dan dikawal ketat selama beberapa hari. Walaupun agak
mustahil untuk melepaskan diri, namun Khaulah tidak mau menyerah
dan terus menyemangati sahabat-sahabatnya. Katanya, “Kalian yang
berjuang di jalan Allah, apakah kalian mau menjadi tukang pijit orang-orang
Romawi? Mau menjadi budak orang- orang kafir? Dimana harga diri kalian
sebagai pejuang yang ingin mendapatkan surga Allah? Dimana
kehormatan kalian sebagai Muslimah? Lebih baik kita mati daripada menjadi
budak orang-orang Romawi!” Demikianlah Khaulah terus membakar
semangat para Muslimah sampai mereka pun bulat tekad melawan
tentara musuh yang mengawal mereka. Rela mereka mati syahid jika
gagal melarikan diri. “Janganlah saudari sekali-kali gentar dan takut.
Patahkan tombak mereka, hancurkan pedang mereka, perbanyak takbir
serta kuatkan hati. Insya Allah pertolongan Allah sudah dekat. Dikisahkan bahwa akhirnya, karena
keyakinan mereka, Khaulah dan kawan-kawannya berhasil melarikan
diri dari kurungan musuh!

Subhanallah… Nailah si Cantik yang Pemberani Nailah binti al-Farafishah adalah istri
Khalifah Ustman bin Affan. Dia terkenal cantik dan pandai. Bahkan suaminya
sendiri memujinya begini: “Saya tidak menemui seorang wanita yang lebih
sempurna akalnya dari dirinya. Saya tidak segan apabila ia mengalahkan
akalku.” Subhanallah! Mereka menikah di Madinah al-
Munawwarah dan sejak itu Ustman kagum pada tutur kata dan keahlian
Nailah di bidang sastra. Karena cintanya, Ustman paling senang
memberikan hadiah untuk istrinya itu. Mereka punya satu orang anak
perempuan, Maryan binti Ustman. Ketika terjadi fitnah yang memecah
belah umat Islam pada tahun 35 Hijriyah, Nailah ikut mengangkat
pedang untuk membela suaminya. Seorang musuh menerobos masuk
dan menyerang dengan pedang pada saat Ustman sedang memegang
mushaf atau Al Qur’an. Tetesan darahnya jatuh pada ayat 137 surah
Al Baqarah yang berbunyi, “Maka Allah akan memelihara engkau dari
mereka.” Seseorang pemberontak lain masuk dengan pedang terhunus. Nailah
berhasil merebut pedang itu namun si musuh kembali merampas senjata itu,
dan menyebabkan jari-jari Nailah terputus Ustman syahid karena sabetan pedang pemberontak. Air
mata Nailah tumpah ruah saat memangku jenazah sang suami.
Ketika kemudian ada musuh yang dengan penuh kebencian menampari
wajah Ustman yang sudah wafat itu, Nailah lalu berdoa, “Semoga Allah
menjadikan tanganmu kering, membutakan matamu dan tidak ada
ampunan atas dosa-dosamu!” Dikisahkan dalam sejarah bahwa si
penampar itu keluar dari rumah Ustman dalam keadaan tangannya
menjadi kering dan matanya buta! Sesudah Ustman wafat, Nailah
berkabung selama 4 bulan 10 hari. Ia tak berdandan dan berhias dan tidak
meninggalkan rumah Ustman ke rumah ayahnya. Nailah memandang kesetiaan
terhadap suaminya sepeninggalnya lebih berpengaruh dan lebih besar
dari apa yang dilihatnya terhadap ayahnya, saudara perempuannya,
ibunya dan juga kerabatnya. Ia selalu mendahulukan keutamaannya,
mengingat kebaikannya di setiap tempat dan kesempatan. Ketika
Ustman terbunuh, ia mengatakan, “Sungguh kalian telah membunuhnya
padahal ia telah menghidupkan malam dengan Al Qur’an dalam
rangkaian rakaat.” Subhanallah yah, ternyata umat muslim juga memiliki jagoan wanita
yang memang nyata adanya, semoga kita, para muslimah dapat mengambil
teladan dari mereka, aamiin. Sumber: • Al-Ekhlaas Islamic Page

Sejarah Membuktikan Kehebatan Ksatria Islam (Bag. 3)

4. Sultan Abdul Hamid II – Khalifah Dinasti Ottoman
Islam pernah juga berjaya di Benua Eropa. Selama berabad-abad, Khilafah Islamiyah berhasil menancapkan pengaruhnya di kawasan Eropa Timur, Balkan, dan Mediterania. Salah satu bukti penting adalah adanya kedaulatan Kesultanan Turki Ustmaniyah (Ottoman) yang diakui Eropa. Namun, pengaruh itu lama-kelamaan berangsur-angsur hilang di akhir abad ke-19.
Di tengah menurunnya pengaruh itu, muncullah seorang sultan yang bernama Sultan Abdul Hamid II. Beliau dilahirkan di Istanbul anak dari  Abdul Majid. Nama lengkap beliau adalah Abdul Hamid bin Abdul Majid bin Mahmud bin Abdul Hamid bin Ahmad. Beliau menggantikan Sultan Abdul Aziz (Murad VI), pamannya pada tahun 1876. Warisan yang didapat beliau kala itu kondisi kesultanan dalam keadaan tidak stabil, utang luar negeri besar, campur tangan asing, dan birokrat yang korup.
Dalam situasi yang dikelilingi konspirasi, intrik, dan fitnah tersebut, sang sultan berusaha memimpin daulah yang luasnya dari Timur ke Barat selama tiga puluh tahun. Beliau memiliki prinsip-prinsip sebagai seorang khalifah yang ingin tetap mempertahankan syariat Islam di tengah kekacauan. Tak jarang beliau difitnah oleh para konspirator dan musuh-musuh Islam sehingga sempat pemerintahannya digelari ‘Hamidian Absolutisme
Banyak kisah-kisah Beliau yang sangat luar biasa sebagai seorang khalifah yang memegang teguh amanah. Salah satu kisah Beliau adalah ketika mempertahankan wilayah Palestina dari gerakan Zionisme. Ini merupakan wujud cinta tanah air beliau yang pantas dijadikan teladan bagi para pemimpin saat ini.
Sebelumnya bangsa Yahudi telah melakukan propaganda-propaganda tentang hak sejarah bangsa Yahudi terhadap tanah Palestina. Hingga muncul gagasan dari Yahuda Al Kalaj seorang tokoh Yahudi untuk mendirikan negara Israel di tanah Palestina. Hal ini dilandasi dari Kitab Talmud, kitab bikinan pendeta-pendeta tertinggi Yahudi yang menyatakan tanah Palestina adalah Tanah Yang Dijanjikan (the Promise Land).
Menindak-lanjuti gagasan Yahuda Al Kalaj untuk mendirikan negara Israel di tanah Palestina maka Theodore Hertzl menemui Sultan Abdul Hamid untuk melancarkan serangan demokratisnya. Hertzl adalah tokoh Yahudi yang aktif melakukan propaganda tentang pendirian negara Israel. Dia datang untuk mempengaruhi sultan agar bekerja sama dalam penyerahan tanah Palestina.
Hertzl membawa janji yang menggiurkan. Para pemilik modal Yahudi Internasional berkenan memulihkan kas keuangan Turki Usmani dengan bantuan keuangan dalam jumlah besar tanpa bunga. Mendengar permintaan dari Hertzl, Sultan Abdul Hamid II dengan tegas berkata, “Jangan lagi engkau membicarakan soal ini. Saya tidak akan menyisihkan sejengkal pun tanah Palestina karena tanah itu bukan milik saya, tetapi milik rakyat. Rakyat saya berjuang untuk mendapatkan tanah itu dan menyuburkannya dengan darah mereka…Biarkanlah orang Yahudi menyimpan uang mereka yang berjuta-juta banyaknya di peti mereka.”
Theodore Hertzl gagal. Dia kemudian mengumpulkan tokoh-tokoh Yahudi Internasional. Kongres Zionis Internasional I di Swiss pun digelar untuk menentukan action plan mendirikan negara penjajah Israel di tanah Palestina. Hasil keputusan dari kongres tersebut adalah usaha mendirikan negara Israel melalui jalan-jalan di luar jalan demokratis.
Target mereka adalah menjadikan Yahudi sebagai kaum yang mayoritas di sana dan menjadikan bangsa Palestina sebagai kaum minoritas. Juga dengan bekal mereka yang menguasai perekonomian, mereka berusaha menguasai negara dan mengusir bangsa Palestina dengan cara pembersihan etnis, perang, penyebaran penyakit, pembukaan lapangan pekerjaan di negara-negara tetangga.
Ditambah lagi dengan propaganda melalui buku-buku dan pendapat-pendapat dari Theodore Hertzl serta tokoh-tokoh Yahudi Internasional, maka terjadilah gelombang eksodus besar-besaran Yahudi dari berbagai negara ke tanah Palestina baik secara sukarela atau paksaan dari kaum Zion. Selain itu, mereka juga memaksa dunia internasional untuk membuatkan undang-undang yang melegitimasi keberadaan Yahudi di Palestina.
Sembari program pengusiran bangsa Palestina dijalankan, sebenarnya Hertzl juga mengirimkan delegasinya untuk menemui Sultan Abdul Hamid II. Sultan menolak menemui mereka dan mengirimkan utusannya yang menyampaikan pesan: “Pertama, hutang pemerintah bukanlah suatu kejahatan. Negara lain seperti Perancis juga tersangkut hutang, dan itu tidak mempengaruhinya. Kedua, Baitul Maqdis telah ditaklukkan oleh kaum Muslimin atas pimpinan Umar bin Khattab r.a. Aku tidak bersedia menanggung nama buruk dalam sejarah, bahwa aku telah menjual tanah suci itu kepada Yahudi. Aku tidak mau menghianati amanah kaum Muslimin yang telah dipikulkan di atas pundakku. Ketiga, katakan  kepada orang-orang Yahudi itu untuk menyimpan saja hartanya sendiri. Pemerintah negara tidak dibenarkan membina aparatur negaranya dengan uang musuh Islam. Dan keempat, ini yang paling penting, suruh mereka angkat kaki dari sini, dan janganlah boleh lagi mencoba menemui aku atau memasuki tempat ini!”
Tidak bisa dengan jalan membeli prinsip Sultan Abdul Hamid II maka mereka pun melancarkan serangan dari dalam tubuh pemerintahan sultan untuk menggulingkannya. Lewat upaya-upaya penyusupan, pembunuhan, dan cara-cara keji lainnya, akhirnya kekhalifahan Turki Ustmaniyah berhasil dihancurkan pada tanggal 3 Maret 1924, 27 tahun setelah Kongres Zionis I. Mustafa Kemal Attaturk, seorang Yahudi Turki naik menjadi penguasa dan menghancurkan seluruh sendi kehidupan beragama di Turki dan menggantinya dengan paham Sekuler.

Cerita ini adalah sebagian kecil cerita ksatria Islam. Ksatria Islam yang lahir dari sebuah idiologi atau paham atau yang paling tepat disebut Ad Dien Al Islam. Agama Islam ini bersumber dari Al Quran dan As Sunnah. Mau tidak mau agama ini akan tetap ada hingga perang akhir zaman kelak. Maka tetaplah berada dalam kebanggaan sebagai penganut agama ini dan berusahalah menjadi ksatria di kehidupan Anda.
Ingat, empat orang ini adalah sebagian kecil dari banyaknya ksatria Islam. Sengaja dipilih mewakili bagian waktunya di akhir zaman ini. Rasulullah mewakili bagian waktu nubuwah, ‘Umar mewakili bagian waktu khulafaur Rasyidin, Salahuddin dan Abdul Hamid mewakili bagian waktu khilafah islamiyah. Sekarang adalah bagian waktu berkuasanya penguasa zalim dan berikutnya adalah bagian waktu munculnya kembali khilafah islamiyah. Anda berhak menjadi ksatria di bagian waktu tersebut.

Wallohu a'lam (dari berbagai sumber dengan editing seperlunya)

Sejarah Membuktikan Kehebatan Ksatria Islam (Bag. 2)

3. Salahuddin Al Ayyubi – Khalifah Dinasti Ayyubiyah
Sosok yang satu ini sangat membuat bangga kaum Muslimin. Itu lantaran kekaguman kaum Muslimin juga kaum Kristen Eropa. Beberapa buktinya adalah banyaknya kisah beliau yang ditulis dalam karya puisi dan sastra Eropa (salah satunya the Talisman karya Walter Scott).
Beliau bernama Sholahuddin Yusuf bin Ayyub, terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit, wilayah Irak sekarang. Masa kecilnya dihabiskan belajar di lingkungan anggota dinasti Zangid, yaitu Nuruddin Zangi bersama pamannya Asaduddin Sherkoh, panglima angkatan perang Mesir. Dia kemudian diangkat menjadi perdana mentri di Mesir.
Terjadi suasana yang tidak harmonis antara Salahuddin dengan raja Shalih Ismail (pengganti raja Nuruddin Zangi). Situasi ini dimanfaatkan kerajaan Kristen Eropa untuk melakukan penaklukan-penaklukan kecil  Damaskus, ibu kota kerajaan. Oleh karena itu, hal-hal yang dilakukan Salahuddin ketika menjadi pemimpin Mesir melakukan pembebasan-pembebasan di wilayah Damaskus. Salahuddin pun memimpin kembali Syiria dan Mesir dan mengembalikannya kepada jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Dari banyak kisah kepahlawanannya, perang Salib II dan III adalah yang menarik dalam merebut dan mempertahankan Jerusalem. Setelah dikuasainya kembali Yerusalem oleh umat Kristen pada Perang Salib I. Diangkatlah Raja Baldwin IV sebagai Raja Yerusalem. Seiring perjalanannya antara Salahuddin dan King Baldwin menyepakati perjanjian damai. Dalam situasi damai ini, Salahuddin terus berupaya memperbaiki stabilitas daulah.
Perjanjian pun dirusak sepasukan Templar pimpinan Gerard de Ridefort dan Reynald de Cathilon. Mereka dengan tanpa sebab menyerang umat Islam yang melintas di Yerusalem, dimana mereka telah membayar upeti kepada raja Yerusalem. Keadaan ini membuat marah Salahuddin. Ia segera memimpin sendiri 200.000 pasukannya ke Kerak (wilayah kekuasaan Reynald de Cathilon yang diantarai Laut Mati dengan Yerusalem).
Berita keberangkatan pasukan Muslimin (Saracen), memaksa King Baldwin mengadakan pertemuan besar di istananya. Dari pertemuan itu disepakati untuk mencegat pasukan Muslimin sebelum tiba di Kerak. Maksud pencegatan ini juga sebisa mungkin untuk menghindari peperangan.
Kedua pasukan pun saling berhadapan di gerbang Kuil Kerak. Salahuddin dari Saracen maju, begitu juga dengan King Baldwin dari Crusader. Setelah mengucapkan salam dan permintaan maaf, King Baldwin segera menyampaikan maksudnya bahwa sebenarnya pihaknya tidak ingin mengakhiri perjanjian damai dengan Saracen.  King Baldwin menawarkan hukuman yang adil kepada Reynald de Cathilon yang dianggap sebagai perusak perjanjian.
Sebagai seorang panglima yang berharga diri tinggi, Salahuddin menerima permintaan maaf itu dan meminta jaminan agar Reynald dijatuhi hukuman yang setimpal. Pada hari itu perang bisa dihindarkan. Salahuddin pun kembali ke Damaskus, sementara Reynald de Cathilon dipenjarakan di Yerusalem.
Berbulan-bulan kemudian, kesehatan King Baldwin memburuk dan berujung kepada kematiannya. Guy de Lusignan, yang merupakan adik ipar King Baldwin IV pun diangkat menjadi raja. Usai dilantik ia kemudian membebaskan Reynald de Cathilon dan menitipkan pesan kepadanya agar bisa menimbulkan peperangan dengan Salahuddin.
Reynald pun mengumpulkan pasukannya dan menyerang pemukiman orang-orang Arab tempat dimana adik kandung perempuan dari Salahuddin tinggal. Serangan dilakukan dengan cepat dan mayat-mayat pun bergeletakan. Adik Salahuddin dicampakkan jilbabnya dan dibawa ke Yerusalem.
Tak lama kemudian, datanglah utusan Salahuddin menemui raja Guy. Mereka dengan tegas meminta agar adik perempuan Salahuddin dibebaskan. Jawaban dari Guy de Lusignan diluar dugaan. Ia dengan cepat menebas leher utusan tersebut. Kepalanya lalu dikirim kepada Salahuddin. Guy lalu memerintahkan pasukannya untuk menyerang Sholahuddin, mencegatnya sebelum sampai di Yerusalem.
Salahuddin pun menyambut seruan perang Guy de Lusignan. Ia membawa pasukannya dari sumber mata air yang satu ke mata air yang lainnya. Sementara itu, pasukan salib sudah penuh dengan keangkuhan sehingga tidak lagi memperhitungkan sisi teknis militer. Mereka terus berjalan di bawah teriknya sinar matahari. Apalagi di bawah jubah besi, membuat mereka semakin susah berjalan.
Akhirnya bertemulah mereka di bukit Hittin dengan kondisi pasukan Saracen yang segar-segar dan telah membuat kemah di sumber mata air, sementara mereka dihinggapi frustasi dan ketakutan. Malam itu pasukan Salib tak bisa tidur karena letih dan kerongkongan yang kering. Belum lagi pasukan Sholahuddin membakar rerumputan belukar kering yang membuat perbukitan bertambah panas.
Keesokan hari usai sholat subuh, pasukan Sholahuddin mengepung rapat posisi pasukan Salib. Mereka berlapis-lapis melingkari pasukan Salib dengan pedang yang terhunus dan didukung pasukan pemanah di belakangnya. Pasukan Salib pun panik dan mereka menyerang secara membabi buta. Hal ini dimanfaatkan dengan membuka formasi barisan kaum Muslimin dan menutup kembali sehingga membuat pasukan Salib menjadi tercerai-berai dilingkari musuh. Hari itu juga bukit Hittin dipenuhi mayat-mayat pasukan Salib. Reynald de Cathilon dan Guy de Lusignan pun ditawan.
Dalam kemahnya, Salahuddin membawa semangkok air minum. Salahuddin mempersilahkan kepada Guy untuk meminum dari mangkoknya sendiri. Sambil gemetaran lantaran takut, Guy meminum air dari mangkuk itu. Setelah dahaganya lepas Guy memberikan mangkuknya kepada Reynald yang dari tadi telah memberi isyarat kehausan. Melihat hal itu Salahuddin bangki dari duduknya dan menendang mangkuk itu hingga airnya tumpah. Pedangnya pun terhunus, dan secepat kilat menebas kepala Reynald de Cathilon.
Dalam tradisi perang, musuh yang diberi minum dari mangkuk sang pemenang berarti mendapat ampunan dari pemenang. Dipenggalnya Reynald lantaran karena Salahuddin tidak bisa memberi ampunan kepadanya yang sering menghujat Rasulullah SAW dan merobek-robek perjanjian damai Salahuddin dengan King Baldwin dua kali berturut-turut. Ditebasnya leher Reynald menambah takut Guy de Lusignan. Salahuddin mendekat dan berkata, “Jangan takut, tidak ada kebiasaan seorang raja membunuh raja lainnya.” Guy kemudian ditahan di penjara Nablus dan dibebaskan setahun kemudian.
Setelah di Hittin pasukan Saracen pun langsung menuju Yerusalem. Mendengar berita kekalahan pasukan Salib, pasukan yang tersisa di Yerusalem pun menyerah. Berbeda dengan perang Salib I, pembebasan yang dilakukan pada perang Salib II oleh pasukan Sholahuddin tanpa diwarnai perampokan, penjarahan, pembantaian, dan pemerkosaan terhadap warga sipilnya. Salahuddin memasuki Yerusalem tanpa sedikit pun darah menetes.
Orang Kristen dan Yahudi yang tinggal di Yerusalem bebas menentukan pilihan: tetap tinggal di Yerusalem dengan membayar jizyah, atau meninggalkan Yerusalem beserta harta bendanya dengan damai. Kejatuhan Yerusalem pun disusul kejatuhan wilayah-wilayah di sekitarnya.
Selama 3 tahun berikutnya umat Kristen berusaha membalas kekalahan mereka dalam perang Salib. Uskup Agung William di Tyre, Paus Clement III menyerukan raja-raja Eropa dan warga Kristen untuk merebut kembali Yerusalem. Mereka mengumpulkan dana yang tidak sedikit. Mereka menggalang dana bantuan perang lewat istilah ‘Saladin Tithe’ (zakat melawan Saladin). Maka terkumpulah pasukan salib dibawah tiga panglima, Kaisar Jerman, Raja Perancis, dan Raja Inggris.
Namun, dalam perjalanannya ke Yerusalem terjadi kemelut diantara panglima hingga yang meneruskan pasukan ke Yerusalem adalah Raja Inggris, Richard the Lion Heart. Pertempuran pun tidak dapat dihindari di kota Akkra. Pasukan salib mengepung kota itu selama berbulan-bulan, tapi mereka tidak dapat merebutnya. Serangan-serangan terus dilancarkan, tapi tak kunjung berhasil.
Dalam pengepungan inilah ada kisah yang menceritakan bahwa Salahuddin menawarkan dokter terbaik Damaskus (pada saat itu ilmu kedokteran terbaik di dunia adalah dari dunia Muslim) memberikan pengobatan bagi Richard yang sedang sakit. Salahuddin juga menawarkan dua kuda perangnya kepada Richard yang kehilangan kudanya.
Oleh karena tak kunjung berhasil merebut Akkra ditambah lagi banyaknya korban berjatuhan dari Pasukan Salib maka Richard mengajukan pernyataan damai. Pernyataan damai itu pun diterima sultan. Wilayah pinggiran yang mayoritas umat Kristen menjadi wilayah Pasukan Salib, sementara Yerusalem dan sebagian besar wilayah Palestina tetap dalam genggaman Pasukan Saracen.
Sumber: http://akheyical.blogspot.com

Sejarah Membuktikan Kehebatan Ksatria Islam (Bag.1)

Cerita Islam sangatlah unik. Dibawa oleh seorang mulia Rasulullah SAW. Beliau menyerang setiap prinsip yang dimiliki setiap orang di jazirah arab sana terutama kota suci Makkah. Maka mereka yang telah bosan dengan ketidakadilan, ketimpangan sosial, dan individualisme dibalik ajaran yang memang tidak masuk akal mulai tersentuh hatinya jauh di tempat yang sangat dalam.
Lama-kelamaan terbentuklah prinsip dan paradigma baru. Suatu idiologi yang nantinya melahirkan orang-orang besar sepanjang zaman. Idiologi sempurna yang memang sesuai dengan fitrah manusia. Idiologi itu adalah agama Islam yang berisi kurikulum sempurna yang pernah ada di dunia. Sempurnanya paham itu dibuktikan dengan dilahirkannya tokoh-tokoh terkemuka di dunia.
Beberapa dari ratusan bahkan ribuan tokoh tersebut adalah:
1. Muhammad Ibn Abdullah – Rasulullah SAW
Ditempatkannya Rasulullah sebagai orang nomor satu diantara 99 orang terkenal dan tersohor di dunia menunjukkan begitu berpengaruhnya sosok Rasulullah yang satu ini. Itu tidak lain karena beliau membawa suatu paham yang cukup banyak dianut oleh orang lain. Meskipun beliau telah wafat, tapi paham yang beliau bawa tetap terus menurun ke generasi berikutnya.
Bermodalkan wahyu dan tuntunan dari Allah SWT, beliau mendidik para sahabat beliau. Mulai dari hampa kegelapan menuju satu cahaya terang. Banyak sahabat beliau yang berubah total menjadi pembela beliau dan syariat yang beliau bawa. Banyak sahabat dan murid beliau yang menggoreskan namanya dengan tinta emas di lembar catatan sejarah dunia.
Ini semata-mata karena keistiqomahan beliau dalam membawa suatu pesan. Bekal iman di dada beliau tolak segala bujuk rayu yang kerap mengguncang nafsu. Bekal iman juga beliau relakan fisiknya. Berapa kali beliau terkena lemparan batu. Sudah pernah beliau merasakan duri pelepah kurma di jalanan. Dan sangat sering sekali beliau ditindas.
Kalaulah beliau seperti kita yang mengeluh dan mundur barang sebentar, maka akan tidak terbayangkan betapa kacaunya dunia ini. Kebebasan merajalela, peperangan, dan kehancuran dimana-mana. Kalaulah beliau menerima tawaran-tawaran kaum kafir Quraisy yang menggiurkan mungkin tidak akan pernah ada istilah keadilan.
Itulah beliau, yang telah menjalankan perannya. Kisah-kisah beliau sudah sangat sering kita baca di buku-buku atau dengarkan. Begitu mulianya beliau. Begitu sopannya beliau. Begitu cocoknya beliau sebagai tauladan. Ya…Beliau adalah sebaik-baik teladan sebagai seorang manusia.
2. ‘Umar Ibn Khattab – Khulafaur Rasyidin II
Masuk Islamnya ‘Umar ibn Khattab menambah kekuatan kaum muslimin. Beliau mendukung kaum Muslimin seperti dahulu menentangnya. Sejak saat itu terukirlah kisah-kisah mengagungkan dari hidup beliau. Salah satu dari beberapa kisah mengagumkan dari sang khalifah adalah ketika beliau mengambil kunci kota Yerusalem. Berikut kisah ceritanya:
Setelah terjadinya perang Yarmuk , pasukan Muslimin terus melakukan ekspedisi di bawah panglima Abu ‘Ubaidah dan Khalid Ibn Walid melakukan pembebasan wilayah ke seluruh negeri. Tiba gilirannya pasukan Muslimin membebaskan wilayah Yordania dan Palestina. Dalam perjalanannya pasukan Muslim telah membebaskan kota-kota Sabtah, Gaza, Nablus, Bait-Jibril sehingga pembebasan kota Yerusalem tinggal menunggu saja.
Tibalah pasukan kecil yang dipimpin Amru bin ‘Ash mengepung kota Yerusalem. Kota Yerusalem didesain dengan pertahanan yang sangat kuat. Kota itu dikelilingi benteng-benteng yang di depannya digali parit-parit yang terjal. Bila pasukan musuh mendekat maka parit-parit itu akan diisi dengan minyak panas atau sulfur yang membara. Oleh karena itu, butuh rencana yang matang untuk menaklukkan kota Yerusalem.
Belum lagi saat itu adalah musim dingin yang menusuk tulang. Kondisi ini sangat menyulitkan pasukan Muslimin yang mengepung Kota Yerusalem. Tidak tega melihat pasukannya yang kedinginan dalam pengepungan Kota Yerusalem, maka Amru bin ‘Ash meminta bantuan kepada panglima Abu ‘Ubaidah. Saat itu ekspedisi Abu ‘Ubaidah ke bagian utara Syiria telah selesai sehingga bisa dengan cepat membantu pasukan Islam di wilayah selatan.
Berita kedatangan pasukan induk kaum Muslimin membuat ciut nyali pasukan dan warga Kristen dan Yahudi di dalam kota. Mereka menyadari bahwa mereka tidak akan mampu mempertahankan kota itu. Mempertahankan kota itu hanya akan menambah penderitaan saja bagi mereka. Menyadari hal ini maka Patriarch Yerusalem, Uskup Agung Sophronius mengajukan perdamaian.
Permintaan itu pun disambut baik oleh panglima Amru bin ‘Ash agar Yerusalem dapat direbut tanpa pertumpahan darah setetes pun. Walaupun begitu, Uskup itu ingin penyerahan kota suci itu diserahkan ke tangan seorang tokoh yang terbaik di antara kaum Muslimin yaitu Khalifah ‘Umar ibn Khattab r.a. Dia menghendaki agar Umar datang secara pribadi ke Yerusalem.
Biasanya hal ini akan segera ditolak oleh pasukan pemenang. Namun, tidak demikian yang dilakukan kaum Muslimin. Panglima Amru bin ‘Ash memahami benar kondisi psikologis dari penduduk Yerusalem. Dua dasawarsa silam kota ini pernah terjadi perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, dan penajisan tempat-tempat suci oleh pasukan Persia. Ia segera meneruskan permintaan tersebut kepada Amirul Mukminin.
Mendengar permintaann itu, Khalifah menggelar Majelis Syuro di Madinah. Kota suci itu adalah kiblat pertama kaum Muslimin, tempat persinggahan perjalanan Rasulullah SAW pada malam hari ketika beliau Isra’, kota itu menjadi saksi kehadiran para anbiya, seperti  Nabi Daud, Nabi Sulaiman, dan Nabi Isa sehingga dari majelis itu dihasilkan keputusan bahwa khalifah harus pergi ke Yerusalem.
Setelah menitipkan urusan Madinah kepada Ali ibn Abi Thalib, khalifah pergi bersama seorang pelayannya dengan seekor unta. Mereka secara berganti-ganti menunggangi dan menuntun unta tersebut. Tibalah saat giliran Umar yang berjalan kaki dan pelayannya yang menunggangi kuda dan saat itu juga mereka tiba di desa Jabiah tempat pasukan Muslimin menunggunya. Khalifah menuntun unta sementara pelayannya menunggangi unta tersebut adalah pemandangan yang amat ganjil disaksikan masyarakat Desa Jabiah.
Di Desa Jabiah inilah kemudian ditandatangani Perjanjian Aelia. Perjanjian itu berbunyi: “Inilah perdamaian yang diberikan oleh hamba Allah ‘Umar, Amirul Mukminin, kepada rakyat Aelia: dia menjaga keamanan diri, harta benda, gereja-gereja, salib-salib mereka, yang sakit maupun yang sehat, dan semua aliran agama mereka. Tidak boleh menganggu gereja mereka baik membongkarnya, mengurangi, maupun menghilangkannya sama sekali, demikian pula tidak boleh memaksa mereka meninggalkan agama mereka, dan tidak boleh mengganggu mereka. Dan tidak boleh bagi penduduk Aelia untuk member tempat tinggal kepada orang Yahudi.” Butir pelarangan Yahudi bertempat tinggal di Yerusalem adalah permintaan khusus dari pemimpin Kristen.
Setelah itu ‘Umar masuk ke Yerusalem dengan berjalan kaki tidak ada pengawal. Di pintu gerbang khalifah disambut oleh Partiarch Yerusalem yang didampingi para pembesar gereja. Para penyambut tamu berpakaian berkilau-kilau sementara ‘Umar mengenakan pakaian dari bahan yang kasar dan murah. Sebelumnya telah ada saran sahabat untuk mengganti pakaiannya, namun beliau berkata bahwa dirinya mendapatkan kekuatan dan statusnya berkat Iman Islam bukan dari pakaian yang dikenakannya. Saat Sophronius melihat kesederhanaan ‘Umar, dia menjadi malu dan mengatakan, “Sesungguhnya Islam mengungguli agama-agama mana pun.”
Di depan The Holy Sepulchure (Gereja Makam Suci Yesus), Uskup Soprhronius menyerahkan kunci kota Yerusalem kepada khalifah ‘Umar r.a. Setelah itu ‘Umar ingin diantar ke suatu tempat untuk melaksanakan shalat. ‘Umar lalu di bawa ke tempat di mana Nabi Daud AS konon dipercaya shalat di sana dan diikuti oleh umat Muslim. Menyaksikan hal itu Sophronius berujar: “Saya tidak pernah menyesali menyerahkan kota suci ini, karena saya telah menyerahkannya kepada ummat yang lebih baik.
‘Umar tinggal beberapa hari di Yerusalem. Beliau mengatur administrasi pemeritahan dan yang lainnya. ‘Umar juga mendirikan masjid yang kini dikenal sebagai Masjid ‘Umar. Bilal pun mendapatkan adzan pertama kali di masjid tersebut. Sejak saat itu adzan akan terus berkumandang membawa angin perdamaian di kota Yerusalem. Kedamaian itu akan terjaga hingga terjadinya perang salib I yang dikobarkan Paus Urbanus II dan Peter si Pertapa yang melanggar Perjanjian Aelia.
Sumber : http://akheyical.blogspot.com

Dasar Hukum (Dalil) Islam I’dad Askariy


أَيُّهَا النَّاسُ لَا تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ
 وَسَلُوا اللَّهَ الْعَافِيَةَ
 فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا
 وَاعْلَمُوا أَنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ ظِلَالِ السُّيُوفِ
“Hai manusia, janganlah berangan-angan ingin segera bertemu musuh dan mohonlah kepada Allah keselamatan. 
Namun jika kalian telah berhadapan dengan musuh, maka bersabarlah. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya syurga di bawah naungan/kilatan pedang…”(HR Bukhary)

Bahwasanya latihan memanah dan melempar (pada masa sekarang adalah menembak), mempelajarinya dan berlomba mendalaminya dengan niat jihad fie sabilillah bagian dari sunnah yang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sangat menekankan dan mengajak untuk melakukannya dengan semangat dan serius.
Banyak sekali keutamaan dan manfaat latihan menembak yang ditekankanislam kepada umatnya, diantaranya :
1. Allah ‘azza wa jalla memerintahkan untuk mengadakan latihan menembak untuk mempersiapkan jihad fi sabilillah.
Allah ‘azza wa jalla telah berfirman:
“Dan persiapkanlah dengan segala apa yang yang kalian miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang yang selain mereka yang tidak kamu mengetahuinya, tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infaqkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan)”. (Al Anfal 8: 60).
Ulama madzhab sebagian telah mensyarati wajibnya belajar dan berlatih menembah atau melempar dalam rangka jihad fie sabilillah. Da mereka menjadikan ayat ini sebagai dalil atau dasar pelatihan asykari (dan masa sekarang disebut pelatihan militer), karena yang dimaksud dengan kekuatan di sini adalah dengan melempar, yaitu mempelajari senjata, granat, mortar, dll, yang merupakan pengqiyasan dari melempar pada masa Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam.
Imam muslim telah meriwayatkan hadits shahih dari Uqbah bin Amir radliyallahu’anhu, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah sahallallahu’alaihi wa sallam dan beliau sedang di atas mimbar, dan beliau membaca ayat:
“Dan persiapkanlah dengan segala apa yang kalian sanggupi untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kalian miliki dan dari kuda-kuda yang kalian miliki…”. Kemudian beliau berkata: “Sesungguhnya kekuatan itu dengan melempar, ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu dengan melempar, ketahuilah kekuatan itu dengan melempar.” (HR. Muslim no. 1917)
2. Sungguh Allah ‘azza wa jalla memberi pahala dengan jannah kepada tiga golongan yang terlibat dalam jihad fie sabilillah (yang berkaitan dengan senjata), yaitu yang membuat senjata, yang menggunakan senjata di medan perang, dan yang menyediakan dana (untuk membuat atau membeli senjata).
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda:
“Sesungguhnya Allah ta’ala memasukan dengan pahala yang sama kepada tiga orang ke dalam jannah: Yaitu orang yang membuat senjata dengan buatan yang baik, lau orang yang melemparkan, dam orang yang membiayai pembuatan (senjata itu)”.
Dan beliau bersabda:
“Berlatihlah kalian melempar dan berlatihlah kalian menunggang kuda, dan sesungguhnya latihan melempar kalian lebih aku sukai dari pada kalian latihan menunggang kuda, da ada tiga hal yang bukan termasuk laghwun : Seorang laki-laki yang melatih kudanya, bemain (melatih) keluarganya, dan berlatih memanah dengan anak panah. Barangsiapa meninggalan (ilmu) melempar setelah ia mendapatknnya, maka hal itu adalah… (HR. Abu Dawud, An Nasai, dan Abu Awanah).
3. Bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berlatih memanah (melempar) dengan para shahabatnya radliyallahu’anhum.
Imam Bukhari rahimahullah telah meriwayatkan dara Salamah bin Akwa’ radliyallahu’anhu, dia berkata: “Suatu ketika lewatlah Nabi shallallahu’alaihi wa sallam atas sebuah kaum yang mereka tidak paham (sunnah melempar), maka beliau bersabda:
“Melemparlah kalian wahai bani Ismail ! Dan sesungguhnya bapak-bapak kalian dahulu adalah ahli melempar”, melemparlah kalian dan saya bersama bani fulan, maka berlatihlah salah seorang yang ada (panah) di tangan mereka. Dan bersabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam : “Bagaimana kalian tidak melempar ?”, mereka berkata, “Ya Rasulullah, bagaimana kami melempar sementara egkau bersama bani fulan ?. Beliau bersabda : “Melemparlah kalian dan saya bersama dengan setiap kalian.” (Syarah Sunnah Al Bughawiy, 10/383).
Dalam hadits ini menunjukan bolehnya ta’ashub (fanatik) dalam rangka melatih kekuatan untuk tujuan baik (penyemangat) dan dalam rangka menguatkan hati-hati mereka, untuk kesenangan dan kegembiraan dalam berlatih melempar, dan menyenangkan orang yang berlatih dan membakr semangat mereka untuk suka berlatih melempar. Semua itu dengan syarat yang baik, yaitu agar melanggengkan sunnah nabi yaitu melempar (pada masa sekarang adalah berlatih menembak).
4. Berlatih melempar (menembak) bagian dari hal yang terpuji dan disunnahkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.
Imam Muslim telah meriwayatkan dari Uqbah bin Amir radliyallahu’anhu. Dia berkata: “Bahwa aku mendengar Rasulullah shallallahu’alalihi wa sallam telah bersabda:
“Akan dibukakan (dimenangkan) untuk kalian negeri-negeri, Allah ta’ala senantiasa akan mencukupi kalian, maka janganlah salah seorang di antara kalian (lemah/malas), kecuali senantiasa memainkan (melatihkan) panah-panahnya” (HR. Muslim No. 1918)
Imam An Nasa’i dan Imam Baihaqi telah meriwayatkan dari Atha’ bin Abi Robbah: “Aku melihat Jabir bin Abdillah dan Jabir bin Amir Al Anshoriy radliyallahu’anhuma, keduanya sedang berlatih melempar. Maka kemudian salah seorang dari mereka kemudian duduk, kemudian berkatalah yang satunya: “Kamu malas!, aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda:
“Setiap sesuatu selain dzikir kepada Allah adalah laghwun dan tidak bermanfaat, kecuali EMPAT perkara : Seseorang yang berlatih melempar target (dengan batu, kayu, panah, dll), orang yang melatih kudanya, orang yang mengajar keluarganya bermain, dan orang yang berlatih berenang” (Al Mujtaha Li Nasai, 6/222-223, As Sunan Al Kubro Li Baihaqi, 10/14, dikatakan hadits ini shahih).
Imam ibnu Nuhas rahimahullah menerangkan latihan target di sini adalah semata yang dibuat untuk tujuan melempar atau memanah, seperti dari kertas atau kulit yang diberi tanda. Kemudian kertas atau kulit tadi ditargetkan pada jarak tertentu, kemudian dilempar dengan panah atau tombak hingga sampai ke target tersebut.
Karena itu sangat dan senantiasa ditekankan berlatih target ini agar dapat digapai kepandaian dan keterampilan melempar. Hal ini biasa dilakukan oleh para shahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan Umar bin Khaththab radliyallahu’anhu telah berwasiat kepada para pasukannya di medan-medan jihad untuk senantiasa melatih melempar dan terus-menerus melakukannya (melatihkannya).
Subhanallah… Lalu di mana keadaan kita yang banyak lali dari melatih target ini… Bukankah kita bisa dan mampu…?! Dengan kondisi dan sarana terbatas pun hal tersebut bisa dilakukan. Jangan malas ya akhi… Jangan malas…! Malas itu sumber kekalahan dan jalan-jalan syaitan… Berlatihlah… Berlatihlah… Berlatihlah…!!! Saatnya nanti ….. sampaikan kita ke maqam jihad, maqam amaliyat… Tetapi berlatihlah dulu agar ada alasan Allah menyampaikan kalian ke maqam amaliyat jihad…!!!
Imam Al Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Abu Utsman An Nahdiy radliyallahu’anhu, dia berkata: “Telah sampai kepada kami pesan Umar bin Khiththab radliyahu’anhu dan kmi bersama Utbah bin Farqod radliyallahu’anhu, kami berjihad di Ajarbaizan, dan di dalam surat atau tulisan Umar bin Khaththab tersebut tertulis:
“Amma ba’du… Pakai sarunglah, pakai sendallah, pakailah rida (selendang), dan buanglah sepatu dan celana panjang. Pakailah pakaian bapakmu Ismail, jauhilah hidup mewah dan pakailah pakaian orag azam. Berjemurlah dengan matahari karena ia adalah kamar mandi air hangat orang arab. Bergaya hidup kasarlah, berpenampilan lusuhlah, berjalanlah tanpa alas kaki, jangan biasakan berkendaraan (latihlah berjalan jauh). Bermain kuda-lah dengan tangkas, berlatihlah menembak sasaran dan berjalanlah di antara keduanya (dari posisi menembak ke sasaran tembak).” (Sunan Al Kubra Al Baihaqi, 10/14).
5. Barangsiapa yang melempar (dengan sekali lempar) di jalan Allah. allah ta’ala akan mengangkat derajatnya dengan itu di jannah.
Imam An Nasaa’i, Al Hakim dan Ibnu Hibban telah meriwayatkan dari Amru Bin Abasah radliyallahu’anhu, dia berkata: “Suatu ketika, kami mengelilingi Thaif bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, dan aku mendengar beliau bersabda:
“Barangsiapa yang melempar (sekali lemparan) di jalan Allah ta’ala (fi sabilillah) maka baginya (pahalanya) setara dengan membebaskan budak dan barangsiapa yang melempar dan sampai (ke musuh) sedang ia fie sabilillah, maka baginya jannah. Kemudian Amru bin Abasah berkata: … dst. (Sunan An Nasa’i, 6/27. mustadrok Al Hakim, 2/45,…)
Imam An Nasaa’i dan Ibnu Hibban telah meriwayatkan dari Kaab Bin Marrah radliyallahu’anhu berkata: “Aku mendengar Raslulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang melempar musuh dengan sekali lempar (sampai ke musuh), Allah ta’ala akan mengganjar dengan satu derajat”. Kemudian berkata Abdullah bin Naham radliyallahu’anhu: “Seperti apakah derajat yang engkau maksud ya Rasulullah ?”, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya derajat pahalanya bukanlah seperti anak tangga atas ibumu !, tidaklah antara dua serajat kecuali jaraknya sejauh 100 tahun perjalanan.” (Al Mujtabi – Imam Nawawi, 6/27, Mawaridh Dhiwan 396, sanadnya shahih).
Imam Ibnu Nuhas mengatakan:
“Hingga walaupun lemparan (tombak/anak panah) tersebut tidak sampai ke musuh, maka sesungguhnya Allah ta’ala akan memberi ganjaran atas pekerjaan itu, dan melipat gandakan pahalanya (ajr-nya).” (Masyari’ul Asywaq – Imam Ibnu Nuhas, 164).


Source :  KafilahMujahid & Ar Rahmah Media