KSATRIA MUSLIM DALAM PERANG SALIB. Bag. 02 tamat

Paukan Muslim
BUSUR
Hanya sedikit latihan pasukan melibatkan busur; pelatihan penggunaan busur sebagian besar merupakan urusan individu. Tradisi pemanah berkuda Timur Tengah didasarkan kepada "hujan panah" yang terkadang dilepas dalam
keadaan diam. Taktik itu lebih luwes dibandingkan taktik pemanah berkuda Asia Tengah dan
membutuhkan dukungan logistik yang lebih sedikit. Pada abad ke-10, pemanah dilatih dengan menembak
boneka binatang dari jerami di gerobak empat roda yang dibiarkan
berjalan sendiri menuruni bukit atau ditarik oleh penunggang kuda.
Seorang pemanah abad ke-13 yang mahir dapat menembakkan lima anak
panah, yang digenggam dengan tangan kiri sambil memegang busur,
dalam waktu dua setengah detik. Lima anak panah selanjutnya diambil dari
kantung anak panah. Sebagian besar pelatihan pemanah lebih mengutamakan ketangkasan
daripada keakuratan. Meskipun demikan, pemanah yang terampil
diharapkan untuk dapat menembak sasaran dalam jarak 75 meter. (Pelatihan memanah jarak dekat
menggunakan jarak 6 1/2 meter).
Pelatihan berpusat kepada tiga kedisiplinan: memanah lurus,
memanah ke atas, dan memanah ke bawah; dua terakhir umumnya dilakukan di atas kuda yang
bergerak. Seorang pemanah berkuda mungkin dapat melepaskan lima
panah pada jarak antara tiga puluh dan lima meter dari musuh dalam
kecepatan penuh. Ia menjatuhkan kekang ketika ia menembak, namun
dapat mengikatkan tali yang terhubung dengan kekang ke jari
manis tangan kanannya agar ia dapat meraih kekang itu kembali dengan
cepat. Bagian memanah di buku karya al-Tarsusi, penulis militer terkenal di
akhir abad ke-12 yang menulis untuk Shalahuddin, memberikan saran
berikut kepada pemanah Muslim yang berperang melawan Pasukan Salib: Ketika memanah penunggang kuda
yang mengenakan baju zirah atau sulit dilukai, panah kudanya untuk
menjatuhkan dia. Ketika memanah penunggang kuda yang tidak
bergerak, arahkan ke pelananya supaya orang itu kena jika panah
terbang terlalu tinggi dan kudanya kena jika panah terbang terlalu
rendah. Jika dia memunggungimu, arahkan ke titik di antara bahunya.
Jika dia menyerang dengan pedang, panah dia, tapi jangan dari jarak yang
terlalu jauh, karena jika kamu gagal dia dapat membacokmu dengan
pedangnya. Jangan pernah memanah sembarangan! Saran itu didasarkan kepada tradisi
Fatimiyah. Buku tersebut menyatakan jika pemanah berkuda membawa
pedang, dia harus menggantung gagang pedangnya di pergelangan
tangan kanannya ketika sedang memanah. Jika dia membawa tombak,
dia harus meletakkan tombaknya di bawah paha kanan kecuali jika dia
juga membawa pedang, sehingga tombak diletakkan di bawah paha kiri.
Sekelompok pemanah berkuda disarankan untuk menyebar
mengepung musuh yang terkurung namun harus berkumpul kembali jika
musuh datang mendekat. Jika bertemu musuh di jalan, maka musuh
harus diusahakan tetap berada di sebelah kiri pemanah, namun jika
tidak memungkinkan, pemanah harus tetap berada di jalurnya sambil
mengangkat perisai. Panahan melibatkan sejumlah
keterampilan: itar atau merangjkai busur, qabda atau menggenggam
busur di tangan kiri; tafwiq atau menarik panah di busur; aqd atau
menjepit tali busur dengan tangan kanan; madd atau menarik tali busur
sampai alis, telinga, kumis, dagu, atau tulang dada; nazar atau mengarahkan
dengan perbaikan seperlunya; dan itlaq atau melepaskan panah.
Memanah dilakukan dengan tiga cara: "sontak", menarik dan melepaskan
dalam satu gerakan yang tak putus; "menahan", menarik pelan-pelan dan
jeda sebentar sebelum dilepaskan; dan "pelintir", dengan menarik
sebagian kemudian berhenti lalu menarik kembali dan langsung
melepas. Pemanah disarankan untuk menggonta-ganti teknik sesuai
dengan situasi taktik dan untuk menghindari kelelahan. Pemanah profesional dilatih untuk
memanah sambil menunggang kuda, berdiri, duduk, jongkok dan berlutut.
Mereka belajar memanah melampaui benteng dan dari bawah perisai. Ada
beberapa kekuatan busur untuk berbagai tujuan, dan busur dibeda-
bedakan berdasarkan bobot tarikan. Bobot tarikan busur perang standar
itu dari 50 kg hingga maksimum 75 kg. Tiga tipe tarikan yang digunakan:
tarikan Eropa atau Mediterania yang lemah; tarikan Persia dengan tiga jari
atau daniyyat; dan tarikan ibu jari Turki atau bazm yang kuat. Pelindung
kulit untuk bagian bawah jari dapat digunakan untuk tarikan Persia,
sedangkan untuk tarikan ibu jari Turki ada cincin pelindung ibu jari.

TOMBAK
Seorang profesional dilatih untuk menggunakan tombaknya dalam
lebih banyak cara daripada ksatria Eropa. Dalam gaya dua tangan yang
telah lama ada, seorang pengendara kuda mengendorkan kekangnya ketika ia menurunkan ujung tombak,
kemudian menjatuhkan kekang ketika menikam musuh. Tikaman
tersebut dapat merobek dua lapis zirah rantai sampai tembus ke sisi lain
tubuh orang yang diserang. Meski demikian, Usamah bin Munqidz
merekomendasikan teknik mengacungkan tombak ke bawha
yang digunakan oleh Pasukan Salib musuhnya, teknik yang kemudian
dikenal sebagai "Serangan Suriah". Belakangan pada abad ke-12 al-
Tarsusi menyarankan kavaleri untuk menyerang infanteri menggunakan
tombak dan pedang. Penjelasan lainnya mengenai
pertempuran kavaleri menyebutkan penggunaan perisai untuk
menangkis, bukan hanya untuk menahan serangan tombak musuh. Di
antara berbagai latihan tombak ada permainan birjas, di mana
penunggang kuda diharapkan bisa menjatuhkan balok kayu paling atas
pada satu tumpukan balok tanpa menjatuhkan balok kayu lainnya.

Pedang
PEDANG
Ilmu pedang juga berkembang pesat. Beberapa laporan rinci mengenai
pertarungan jarak dekat dari abad ke-10 dan ke-12 menggambarkan
dampak mengerikan penggunaan pedang serta ketepatan hunusan pedang seorang faris yang terlatih.
Pada satu kesempatan, seorang prajurit kavaleri Persia menyerbu ke
tengah barisan pengawal seorang penguasa Arab dan melukai
komandan musuh dengan bacokan yang mengincar kepala, bahu, dan
siku. Seorang prajurit kavaleri Arab kemudian balas menyerang si Persia,
pertama-tama membuntungkan jari telunjuk orang Persia tersebut - yang
menunjukkan serangan itu melewati pelindung jari pada pedang -
kemudian memutuskan jari tengahnya. Ketika si orang Persia
menjatuhkan pedang, si Prajurit Arab segera memenggal kepala si Persia.
Latihan pedang di buku pedoman furusiyyah mengutamakan kekuatan
dan keakuratan teknik memotong, namun bukan menikam. Dalam satu
"permainan", seorang di atas kuda bergerak maju melewati alang-alang,
memangkas alang-alang secara berturut-turut. Alhasil kekuatan
sabetan pedang yang baik dapat menjadi sangat dahsyat. Mengutip
Usamah: Saya pernah berperang dengan seorang Isma'ili [anggota sekte
Hashashin] yang bersenjatakan belati sementara saya bersenjata pedang.
Dia berlari ke arah saya sambil mengacungkan belati dan saya membacok lengan bawahnya selagi
dia menggenggam belati dan menaruh bilah belati di dekat
lengannya. Bacokan saya memotong sekitar empat inci bilah belati itu dan
membuntungkan lengannya. Bekas mata belati tersebut tertinggal di mata
pedang saya. Ketika melihat bekas tersebut seorang pengrajin di kota
kami berkata: "Saya bisa hilangkan penyok ini." Namun saya berkata:
"Biarkan saja seperti itu. Itu bekas paling bagus di pedang saya." Bekas
itu masih ada sampai hari ini.
Pelatihan kaveleri lainnya melibatkan
pemanfaatan tabir dan medan terlindung, dan teknik menyeberangi
sungai. (Kemampuan berenang dianggap keahlian nomor dua
terpenting sesudah kemampuan baca tulis).
Dikutip (tanpa izin) dari OSPREY:
Seri Petarung KSATRIA MUSLIM DALAM
PERANG SALIB ditulis oleh David Nicolle
& Christa Hook
Diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia
Diterjemahkan oleh Patricia Dwi Wulandari
Disunting oleh Andya Primanda
Judul asli: Saracen Faris