3. Salahuddin Al Ayyubi – Khalifah Dinasti Ayyubiyah
Sosok
yang satu ini sangat membuat bangga kaum Muslimin. Itu lantaran
kekaguman kaum Muslimin juga kaum Kristen Eropa. Beberapa buktinya
adalah banyaknya kisah beliau yang ditulis dalam karya puisi dan sastra
Eropa (salah satunya the Talisman karya Walter Scott).
Beliau bernama Sholahuddin Yusuf bin Ayyub, terlahir dari keluarga Kurdish di kota
Tikrit, wilayah Irak sekarang. Masa kecilnya dihabiskan belajar di
lingkungan anggota dinasti Zangid, yaitu Nuruddin Zangi bersama pamannya
Asaduddin Sherkoh, panglima angkatan perang Mesir. Dia kemudian
diangkat menjadi perdana mentri di Mesir.
Terjadi
suasana yang tidak harmonis antara Salahuddin dengan raja Shalih Ismail
(pengganti raja Nuruddin Zangi). Situasi ini dimanfaatkan kerajaan
Kristen Eropa untuk melakukan penaklukan-penaklukan kecil Damaskus, ibu
kota
kerajaan. Oleh karena itu, hal-hal yang dilakukan Salahuddin ketika
menjadi pemimpin Mesir melakukan pembebasan-pembebasan di wilayah
Damaskus. Salahuddin pun memimpin kembali Syiria dan Mesir dan
mengembalikannya kepada jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Dari banyak kisah kepahlawanannya, perang Salib II dan III adalah yang menarik dalam merebut dan mempertahankan Jerusalem.
Setelah dikuasainya kembali Yerusalem oleh umat Kristen pada Perang
Salib I. Diangkatlah Raja Baldwin IV sebagai Raja Yerusalem. Seiring
perjalanannya antara Salahuddin dan King Baldwin menyepakati perjanjian
damai. Dalam situasi damai ini, Salahuddin terus berupaya memperbaiki
stabilitas daulah.
Perjanjian
pun dirusak sepasukan Templar pimpinan Gerard de Ridefort dan Reynald
de Cathilon. Mereka dengan tanpa sebab menyerang umat Islam yang
melintas di Yerusalem, dimana mereka telah membayar upeti kepada raja
Yerusalem. Keadaan ini membuat marah Salahuddin. Ia segera memimpin
sendiri 200.000 pasukannya ke Kerak (wilayah kekuasaan Reynald de
Cathilon yang diantarai Laut Mati dengan Yerusalem).
Berita keberangkatan pasukan Muslimin (Saracen),
memaksa King Baldwin mengadakan pertemuan besar di istananya. Dari
pertemuan itu disepakati untuk mencegat pasukan Muslimin sebelum tiba di
Kerak. Maksud pencegatan ini juga sebisa mungkin untuk menghindari
peperangan.
Kedua pasukan pun saling berhadapan di gerbang Kuil Kerak. Salahuddin dari Saracen maju, begitu juga dengan King Baldwin dari Crusader.
Setelah mengucapkan salam dan permintaan maaf, King Baldwin segera
menyampaikan maksudnya bahwa sebenarnya pihaknya tidak ingin mengakhiri
perjanjian damai dengan Saracen. King Baldwin menawarkan hukuman yang adil kepada Reynald de Cathilon yang dianggap sebagai perusak perjanjian.
Sebagai
seorang panglima yang berharga diri tinggi, Salahuddin menerima
permintaan maaf itu dan meminta jaminan agar Reynald dijatuhi hukuman
yang setimpal. Pada hari itu perang bisa dihindarkan. Salahuddin pun
kembali ke Damaskus, sementara Reynald de Cathilon dipenjarakan di
Yerusalem.
Berbulan-bulan
kemudian, kesehatan King Baldwin memburuk dan berujung kepada
kematiannya. Guy de Lusignan, yang merupakan adik ipar King Baldwin IV
pun diangkat menjadi raja. Usai dilantik ia kemudian membebaskan Reynald
de Cathilon dan menitipkan pesan kepadanya agar bisa menimbulkan
peperangan dengan Salahuddin.
Reynald
pun mengumpulkan pasukannya dan menyerang pemukiman orang-orang Arab
tempat dimana adik kandung perempuan dari Salahuddin tinggal. Serangan
dilakukan dengan cepat dan mayat-mayat pun bergeletakan. Adik Salahuddin
dicampakkan jilbabnya dan dibawa ke Yerusalem.
Tak
lama kemudian, datanglah utusan Salahuddin menemui raja Guy. Mereka
dengan tegas meminta agar adik perempuan Salahuddin dibebaskan. Jawaban
dari Guy de Lusignan diluar dugaan. Ia dengan cepat menebas leher utusan
tersebut. Kepalanya lalu dikirim kepada Salahuddin. Guy lalu
memerintahkan pasukannya untuk menyerang Sholahuddin, mencegatnya
sebelum sampai di Yerusalem.
Salahuddin
pun menyambut seruan perang Guy de Lusignan. Ia membawa pasukannya dari
sumber mata air yang satu ke mata air yang lainnya. Sementara itu,
pasukan salib sudah penuh dengan keangkuhan sehingga tidak lagi
memperhitungkan sisi teknis militer. Mereka terus berjalan di bawah
teriknya sinar matahari. Apalagi di bawah jubah besi, membuat mereka
semakin susah berjalan.
Akhirnya
bertemulah mereka di bukit Hittin dengan kondisi pasukan Saracen yang
segar-segar dan telah membuat kemah di sumber mata air, sementara mereka
dihinggapi frustasi dan ketakutan. Malam itu pasukan Salib tak bisa
tidur karena letih dan kerongkongan yang kering. Belum lagi pasukan
Sholahuddin membakar rerumputan belukar kering yang membuat perbukitan
bertambah panas.
Keesokan
hari usai sholat subuh, pasukan Sholahuddin mengepung rapat posisi
pasukan Salib. Mereka berlapis-lapis melingkari pasukan Salib dengan
pedang yang terhunus dan didukung pasukan pemanah di belakangnya.
Pasukan Salib pun panik dan mereka menyerang secara membabi buta. Hal
ini dimanfaatkan dengan membuka formasi barisan kaum Muslimin dan
menutup kembali sehingga membuat pasukan Salib menjadi tercerai-berai
dilingkari musuh. Hari itu juga bukit Hittin dipenuhi mayat-mayat
pasukan Salib. Reynald de Cathilon dan Guy de Lusignan pun ditawan.
Dalam kemahnya, Salahuddin membawa semangkok air minum. Salahuddin mempersilahkan kepada Guy untuk meminum dari mangkoknya sendiri.
Sambil gemetaran lantaran takut, Guy meminum air dari mangkuk itu.
Setelah dahaganya lepas Guy memberikan mangkuknya kepada Reynald yang
dari tadi telah memberi isyarat kehausan. Melihat hal itu Salahuddin
bangki dari duduknya dan menendang mangkuk itu hingga airnya tumpah.
Pedangnya pun terhunus, dan secepat kilat menebas kepala Reynald de
Cathilon.
Dalam
tradisi perang, musuh yang diberi minum dari mangkuk sang pemenang
berarti mendapat ampunan dari pemenang. Dipenggalnya Reynald lantaran
karena Salahuddin tidak bisa memberi ampunan kepadanya yang sering
menghujat Rasulullah SAW dan merobek-robek perjanjian damai Salahuddin
dengan King Baldwin dua kali berturut-turut. Ditebasnya leher Reynald
menambah takut Guy de Lusignan. Salahuddin mendekat dan berkata, “Jangan takut, tidak ada kebiasaan seorang raja membunuh raja lainnya.” Guy kemudian ditahan di penjara Nablus dan dibebaskan setahun kemudian.
Setelah di Hittin pasukan Saracen
pun langsung menuju Yerusalem. Mendengar berita kekalahan pasukan
Salib, pasukan yang tersisa di Yerusalem pun menyerah. Berbeda dengan
perang Salib I, pembebasan yang dilakukan pada perang Salib II oleh
pasukan Sholahuddin tanpa diwarnai perampokan, penjarahan, pembantaian,
dan pemerkosaan terhadap warga sipilnya. Salahuddin memasuki Yerusalem tanpa sedikit pun darah menetes.
Orang
Kristen dan Yahudi yang tinggal di Yerusalem bebas menentukan pilihan:
tetap tinggal di Yerusalem dengan membayar jizyah, atau meninggalkan
Yerusalem beserta harta bendanya dengan damai. Kejatuhan Yerusalem pun disusul kejatuhan wilayah-wilayah di sekitarnya.
Selama
3 tahun berikutnya umat Kristen berusaha membalas kekalahan mereka
dalam perang Salib. Uskup Agung William di Tyre, Paus Clement III
menyerukan raja-raja Eropa dan warga Kristen untuk merebut kembali
Yerusalem. Mereka mengumpulkan dana yang tidak sedikit. Mereka
menggalang dana bantuan perang lewat istilah ‘Saladin Tithe’ (zakat melawan Saladin). Maka terkumpulah pasukan salib dibawah tiga panglima, Kaisar Jerman, Raja Perancis, dan Raja Inggris.
Namun,
dalam perjalanannya ke Yerusalem terjadi kemelut diantara panglima
hingga yang meneruskan pasukan ke Yerusalem adalah Raja Inggris, Richard the Lion Heart. Pertempuran pun tidak dapat dihindari di kota Akkra. Pasukan salib mengepung kota itu selama berbulan-bulan, tapi mereka tidak dapat merebutnya. Serangan-serangan terus dilancarkan, tapi tak kunjung berhasil.
Dalam pengepungan inilah ada kisah yang menceritakan bahwa Salahuddin
menawarkan dokter terbaik Damaskus (pada saat itu ilmu kedokteran
terbaik di dunia adalah dari dunia Muslim) memberikan pengobatan bagi
Richard yang sedang sakit. Salahuddin juga menawarkan dua kuda perangnya
kepada Richard yang kehilangan kudanya.
Oleh
karena tak kunjung berhasil merebut Akkra ditambah lagi banyaknya
korban berjatuhan dari Pasukan Salib maka Richard mengajukan pernyataan
damai. Pernyataan damai itu pun diterima sultan. Wilayah pinggiran yang
mayoritas umat Kristen menjadi wilayah Pasukan Salib, sementara
Yerusalem dan sebagian besar wilayah Palestina tetap dalam genggaman
Pasukan Saracen.Sumber: http://akheyical.blogspot.com